Perceraian Jangan Mengorbankan Anak - Beberapa Berita Anak Dibunuh Orang Tua Tiri


Perceraian
Sumber Foto: Intisari Online  - Grid ID


        Mendadak sebuah postingan lewat di beranda Sosial Mediaku, gambar seorang wanita dan seorang pria bertubuh kurus, sama-sama duduk lesu di bangku kayu, dengan caption "Akhirnya ditangkap."

        Seperti biasa, rasa penasaran dan kepo yang berlebihan membuatku menelusuri kolom komentar di bawahnya.

        "Biadab!" Kata seorang WargaNet.

        "Patahkan juga tangannya!" Kata salah seorang lagi.

        "Kalau ada di sana, sudah kuhabisi si ibu dan suaminya itu!" Yang lain juga berkomentar tak kalah pedasnya.

        Komentar-komentar tersebut membuat adrenalin rasa penasaran dalam diriku semakin memuncak, sampai akhirnya aku menemukan sebuah komentar yang berisikan sebuah link menuju artikel yang membahas tentang dua orang itu.


Hidupku berakhir di tangan Ayah Tiri dan Ibuku tidak membelaku.

        Ternyata sepasang suami istri asal Sampit-Kalimantan Tengah, yang menyiksa anak mereka bersama-sama. Bodohnya lagi, status si ayah memanglah tiri namun sang ibu merupakan ibu kandung dari korban yang masih berusia 5 tahun, hingga menyebabkan tangannya patah.

Sumber Foto: Gaya tempo.co.

        Perceraian memang seringkali membawa duka bagi anak-anak ketika kedua orang tuanya hanya memikirkan cinta dan syahwat bagi dirinya sendiri.

        Bukan hanya satu saja kejadian semacam ini, sebelumnya juga pernah terjadi, di Pulau Kalimantan juga, hanya saja berbeda provinsi.

        Sebelum kejadian di Sampit ini juga sempat terjadi, bocah berusia 3 tahun terbunuh dalam perjalanan menggunakan truk, dari Melak (Kutai Barat) menuju Samarinda oleh Ayah Tirinya dan si Ibu Kandung malah ikut menutupi, menguburkan anaknya di sembarang tempat seperti hewan.

        Sebagai orang tua tunggal yang memiliki dua orang anak, tentunya hatiku was-was, karena kita sebagai manusia biasa tak akan tahu siapa pria yang kita nikahi kelak, apakah baik seperti malaikat ataukah kejam laksana setan yang terkutuk!

        Yang terpenting, siapapun orang yang bersama dengan kita, tak akan mempengaruhi pribadi kita sebagai orang tua yang harus melindungi anak-anaknya.

         Kasus seperti ini bukan hanya satu atau dua kali terjadi, dan bukan hanya di Kalimantan. Sedang menjadi pembicaraan umum juga, seorang ayah di Medan membunuh 2 orang anak tirinya dan membuang mayatnya di parit.

        Berdasarkan cerita saksi yaitu nenek dari anak-anak itu sendiri, sang ayah juga sempat berlaku kasar kepada ibu mereka, dan mau dilaporkan kepada kepolisian oleh sang nenek, namun dicegah oleh si ibu. Siapa sangka anak-anaknya yang akhirnya menjadi korban? Iapun hanya bisa menangis di pusara anak-anaknya, menyesali keadaan.


Tragedi yang diciptakan oleh Ibu Tiri.

        Cerita-cerita di atas adalah dari segi wanita berstatus janda beranak yang tak mampu menjaga buah hatinya sendiri. Lalu bagaimana dengan ibu tiri?

Ibu Tiri Jahat
Sumber Foto: suara.com.

        Baru saja terjadi sekitar 2 bulan yang lalu seorang ibu di Pinrang - Sulawesi Selatan, membunuh anak tirinya yang masih berusia 4 tahun. Bagaimana bisa seorang wanita sebegitu kejinya?

        Kalau seorang ibu kandung saja bisa terpengaruh oleh suaminya yang keji, apalagi ibu tiri yang sama sekali tidak memiliki hubungan darah dengan anak itu, ditambah kesempatan lebih banyak karena tentunya ayah kandungnya lebih sering berada di luar rumah untuk mencari nafkah.

        Apalagi ternyata perbuatan tega tersebut dilakukan karena si ibu tiri ini juga memiliki anak kandung yang ingin agar anak kandungnya lebih disayang oleh sang suami. Dalam artian si ibu dan si ayah saat menikah sama-sama berstatus janda dan duda yang punya anak.

        Betapa mengerikannya, menyiksa seorang bocah secara membabi buta, dengan menusuk tubuh korban menggunakan pulpen berulang kali, terdapat luka gigitan di tubuh bocah dan juga banyak luka lebam lainnya.

        Hanya selang sebulan sebelumnya, pembunuhan anak berusia 5 tahun oleh ibu tirinya juga terjadi di Kabupaten Sidrap - Sulawesi Selatan, dimana awal mula penyidikan dilakukan adalah saat ditemukannya mayat bocah tanpa kepala di saluran irigasi Galung Aserae - Kelurahan Lakessi (Kecamatan Maritenggae).

        Beberapa tahun sebelum kejadian-kejadian di atas, aku sudah pernah mendengar berita tentang seorang anak berusia belum genap 3 tahun, yang dibunuh oleh pacar ayahnya saat sang ayah sedang pergi bekerja.

        Terjadi di Tangerang, kepala seorang bocah yang dibenturkan berulang kali ke Tembok hingga tewas oleh seorang wanita, pacar dari ayahnya.

        Betapa mengenaskannya, beberapa kasus perceraian yang berujung mengorbankan anak.


Aku harus menjadi Benteng bagi anak-anakku.

        Kalau aku pribadi, aku tidak bisa hidup tanpa anak-anakku, dan aku lebih baik tidak menikah daripada aku harus kehilangan kedua anakku.

        Aku pernah sih berpikir, jarang banget ada seorang lelaki yang mau memperistri seorang wanita yang tidak bekerja, dan berstatus janda dua anak. Adapun beberapa namun ternyata berakhir duka bagi anak bawaan si istri. 

        Berbeda kasusnya dengan janda beranak yang bekerja. Suami baru akan berpikir, ia cukup menafkahi istri saja (tidak jauh berbeda dengan ketika ia menikahi seorang gadis), sehingga anak-anak bawaan istri, jika tak dinafkahi oleh ayah kandungnya toh masih bisa dinafkahi oleh ibu kandungnya sendiri.

        Jadi seharusnya mungkin aku mencari pekerjaan di luar sana agar seorang lelaki tak akan pernah khawatir ketika mempersuntingku.

        Tapi akhirnya paradigmaku berubah. Tugas ibu, apalagi aku yang memegang hak asuh atas anak-anakku dimana kedua anakku berada di bawah tanggung jawabku sepenuhnya, kapanpun dan dimanapun aku harus memastikan agar hidup mereka baik-baik saja.

        Ibu seharusnya memang berada di rumah, untuk mengawasi kelangsungan hidup anak-anak mereka, melindungi mereka jika ada orang-orang yang bermaksud buruk.

Ibu Rumah Tangga
Ibu Rumahan yang kalau jalan selalu beramai-ramai sama anak-anak, hehe.
Sumber Foto: Koleksi Pribadi.

        Kalaupun ada lelaki yang berniat memperistriku, mereka harus tahu kondisinya bahwa aku adalah ibu dari dua orang anak dan hanya bekerja serabutan di rumah, serta tidak bisa menjamin bahwa ayah kandung dari kedua anakku akan tanggung jawab secara penuh sampai anak-anakku dewasa.


Iklan sejenak ya?

        Nafkah kedua anakku kan aku serahkan langsung kepada ayah kandungnya tanpa pernah meminta. Terserah ia mau memberi berapa, tidak kasih pun tak apa, karena aku mempercayakan kepada Allah juga untuk rezeki kedua anakku.

        Jadi aku tidak memiliki jaminan apakah ia akan terus bertanggung jawab atau tidak, apalagi jika ia sudah memiliki keluarga baru. Lagipula aku sama sekali tidak pernah punya keinginan untuk berakrab ria dengan istri barunya kelak. 

        Itu juga sebabnya aku sama sekali tidak menyebutkan mengenai permintaanku atas nafkah dalam gugatan pengadilan. Bagiku anak-anak bersamaku saja sudah lebih dari cukup.

        Bagi ayahnya pun, tentu ia bisa menimbang juga, berapa sebenarnya kebutuhan anak-anakku setiap bulannya, baik soal makan-susu-diapers-pendidikan, apa sudah sesuai atau tidak dengan yang ia berikan. Kalaupun ia tidak pandai menghitung, tidak perlu khawatir, Allah akan membantunya berhitung.

        Baru bulan ini saja, terpaksa menjelang pertengahan bulan, aku memintanya melalui pesan singkat, untuk membayarkan uang sekolah anak sulungku, karena memang aku lagi tidak ada uang untuk membayarnya, sedangkan ini adalah keperluan mendesak, yang tidak bisa menunggu.

        Kalau untuk makan kami sehari-hari saat ini, alhamdulillah selalu ada saja. Kebetulan kami menumpang hidup pada orang tuaku, jadi aku tidak begitu mendesaknya.

        Untuk tempat tinggal dan makan, insyaAllah ada saja. Aku juga mengerti, mungkin dia juga sedang kesulitan uang. Apalagi di masa Pandemi begini.


Lanjut lagi. ^_^

        Sebenarnya aku takut menghadapi laki-laki lagi. Karena ternyata kebanyakan dari lelaki hanya mau mengambil manfaat dari seorang wanita yang berstatus janda saja, bukan benar-benar mau memperistrinya.

        Hanya saja aku tidak mau takabur, di usiaku yang belum kepala 4 ini, masih ada kemungkinan aku bakal jatuh cinta lagi. Tapi bukan untuk saat ini. Untuk balik sama mantan suamipun tidak mungkin karena memang sejak dulu aku tidak bisa jatuh cinta kembali pada sosok yang sudah aku tinggalkan.

Sumber Foto: oshomiasto.it.

        Jadi aku hanya ingin fokus pada kedua anakku dulu. Mungkin kelak dewasa, mereka akan memiliki kehidupan masing-masing, tapi aku yakin kok masa tuaku tidak akan kesepian selama masih ada mereka dalam duniaku, sebagaimana aku tak pernah membiarkan mereka kesepian saat mereka lahir dan tumbuh besar.

Kadang kita berpikir cinta yang ada tidaklah cukup, namun ternyata lebih dari cukup.

        Sampai kapanpun, insyaAllah.

        

        

        

        

        

        

Komentar